Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sekjen MUI soal Gerakan Wakaf Uang: Hanya Boleh Digunakan untuk Kepentingan Ibadah



BACANEWS.ID - Menyoal Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tengah dampak pandemi virus corona baru (Covid-19) dinilai perlu penguatan literasi secara utuh mengenai wakaf itu sendiri.

Pasalnya, berbicara soal wakaf dalam dalam banyak literatur menjelaskan dengan alasan yang kuat dan semua pihak perlu memahami pengertian wakaf yang umum diketahui.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Amirsyah Tambunan mengurai, pengertian wakaf adalah “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut, disalurkan untuk kepentingan ibadah sosial pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada,” (al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar al-Fikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h 376).

"Dengan kata lain 'Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam' dan 'Benda wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam'," ujar Amirsyah Tambunan dalam keterangannya mengutip 'Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4), Sabtu (30/1).

Amirsyah menambahkan, merujuk kepada sumber yang autentik seperti diriwayatkan dari Ibnu Umar R.A. bahwa Umar Bin Al-Khaththab R.A. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar. Lalu ia datang kepada Nabi S.A.W. untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut.

Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya?” Nabi S.A.W. menjawab: “Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)nya.”

Ibnu Umar berkata, “Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma’ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.”

Rawi berkata, “Saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ‘ghaira muta’tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hak milik)’.” (H.R. al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i).

Menurut Amirsyah, Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) merupakan inisiatif Badan Wakaf Indonesia (BWI) serta para pemangku kepentingan wakaf, dengan tujuan untuk mengembangkan berbagai program penguatan ekonomi umat.

Sedangkan inisiatif pengembangan wakaf uang serta memperkuat literasi, partisipasi, dan kebermanfaatan wakaf uang harus di lakukan masyarakat.

"Praktisnya, pengelolaan wakaf uang tidak dilakukan oleh Pemerintah, Kementerian Agama, ataupun Kementerian Keuangan, l melainkan oleh para Nazir (pengelola wakaf), seperti BWI, Dompet Dhuafa, LAZIS NU (LAZISNU), LAZIS Muhammadiyah (LAZISMU), BSM Umat, Yayasan Salman ITB, dsb," jelas Amirsyah.

Wakil Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK) PP Muhammadiyah ini menegaskan, prinsip dasar wakaf uang adalah nilai pokoknya harus lestari, maka wakaf uang tersebut akan diinvestasikan oleh para Nazir pada berbagai instrumen investasi, seperti deposito syariah atau sukuk, dan imbal hasilnya digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan sosial/keumatan.

Ia mencontohkan, kegiatan sosial yang dibiayai dari imbal hasil wakaf uang adalah Rumah Sakit Mata Achmad Wardi (RSAW), Tangerang. Pada tahun 2020 lalu, RSAW menerima dana wakaf uang dari BWI yang digunakan untuk membangun retina dan glaucoma center.

"Wakaf, sebagaimana Zakat, Infaq, dan Shodaqah, merupakan dana sosial Islam / filantropi Islam, yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (umat Islam); dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat," urainya.

Amirsyah juga menyatakan, Fatwa MUI tahun 2002 tentang Wakaf uang telah dijelaskan melalui ketentuan antara lain; Pertama, Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

Kedua, termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.

Ketiga, Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh). Keempat, Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.

Kelima, nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.

"Atas dasar ini, maka pada dasarnya wakaf uang hanya boleh untuk kepentingan ibadah baik ibadah khusus (mahdah) maupun ibadah umum (ghaira mahdah)," demikian Amirsyah Tambunan. []