Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tere Liye: Katanya Mau Dikritik, Dikasih Data Ngamuk



Tabiat anti kritik itu wajar sekali ada di mana2 di negeri kita ini. Kenapa? Karena pejabat publik memberikan contoh terang benderang. Tanpa rasa malu lagi. Bahkan jangan2 mereka lupa, jika sebagai pejabat publik, sangat wajar jika mereka akrab dengan kritik. Namanya melayani masyarakat. Atau jangan2, mereka merasa merekalah yg harus dilayani?

Ingat saat peneliti Harvard merilis riset tentang corona dan bilang virus itu sudah tiba di Indonesia Februari setahun lalu? Menkes langsung tidak terima. Kata Menkes, itu 'PENGHINAAN'. Jejak digital bisa kalian cari sendiri. Bayangkan, peneliti dari lembaga dengan reputasi Harvard, memberikan 'masukan', reaksi dan komen pejabat kita begitu.

Maka tidak heran, saat Bloomberg, berdasarkan data memperkirakan jika vaksinisasi di Indonesia baru selesai 10 tahun lagi, maka lagi2, pejabat tinggi negeri ini, kepala staf kepresidenan, dengan santai menanggapi: 'Nggak lah. Itu berlebihan itu. Suruh belajar ke sini dululah Bloomberg itu'

Apa sih salah Harvard, Bloomberg? Apakah metode penelitian mereka salah? Apakah data mereka salah? Fokus ke sana. Kalau hasil hitung2an mereka kalian tidak suka, waduh, itu sih mau gimana lagi?

Lagian, cobalah kita yang bercermin. Proses vaksinisasi nakes saja kita itu lelet loh? Katanya target 1,5 juta doang. Itu kecil sekali. Sudah mau sebulan, selesai? Belum. Suntikan pertama sj

belum selesai semua. Hanya 1,5 juta nakes loh ini. Yang tingkat kesadarannya tinggi. Bayangkan jika nanti urusannya ke masyarakat luas.

Coba cek, logistik kalian di lapangan bagaimana? Proses vaksinisasi sebulan ini ada kendala atau tidak? Berapa banyak yang batal? Tidak siap? Dll dsbgnya? Karena bukan apa2, kita berharap vaksin ini cepat selesai toh? Lihat kondisi lapangan, di sana ada masalah apa, bantu ujung tombakmu. Jangan cuma dengar laporan tok, yang 'baik2 saja', tapi di lapangan, petugas berdarah2.

Dari data tsb, Bloomberg itu memberikan warning. Peringatan. Kita tentu tidak mau seperti itu, 10 tahun. Kita maunya 12 bulan beres. Target kalian April itu sudah 40 juta toh? Kan nggak lucu, saat tiba di bulan April nanti, itu target tidak tercapai.

Ayolah, kita itu justeru maunya April itu bahkan sudah 80 juta. Biar Ramadhan dan Idul Fitri situasi mulai membaik. Anak2 sudah bisa sekolah, masjid2 ramai tarawihan lagi. Kehidupan mulai normal. Lihatlah, Agus, Bambang, Afud, Joko, mereka pengin lirik2 pas tarawehan, kali2 saja ada bidadari cantik komplek atau tetangga yg juga tarawehan di masjid.

Harvard, Bloomberg, kita semua itu bertujuan sama, mereka ngasih saran, kritik, dll. Dan boleh jadi suara mereka lebih jujur. Katanya pengin dikritik. Dikasih data ngamuk. Lagian, kalau Bloomberg disuruh datang belajar sama kita, duuh Gusti, kita mau ngajarin apa?

Kita itu halu sekali. Dari ranking negara2 di seluruh dunia, kita itu masuk daftar bawah dalam penanganan pandemi. Kita itu bukan Selandia Baru. Berhentilah ngimpi separah itu. Itu sama kayak Moel, nilai Matematika cuma 2, mendadak pengin ngasih kursus ke orang lain yang nilai Matematikanya 7. Si Moel ini, biang rusuh di kelas, eh dia merasa pantas sekali jadi ketua kelas.

Pikirkanlah.

(By Tere Liye, penulis novel 'Negeri Para Bedebah')

*fb penulis