Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Unsur Babi Berubah, Alasan NU Jatim Sebut Vaksin AztraZeneca Halal


BACANEWS.ID - Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur beberapa waktu lalu mengeluarkan keputusan bahwa jenis vaksin terbaru yang dibeli oleh pemerintah Indonesia, AstraZeneca, halal dan suci kendati disebut-sebut mengandung unsur babi.

Keputusan itu berbeda dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut AstraZeneca dalam pandangan hukum Islam najis karena mengandung unsur babi, namun boleh (mubah) digunakan karena kondisi darurat.

Ketua NU Jawa Timur Marzuki Mustamar mengatakan, keputusan LBM bukan merupakan sebuah fatwa, tapi sekadar menginformasikan hasil pembahasan bahtsul masail yang membahas tentang vaksin. “Kalau fatwa itu kewenangannya MUI,” katanya usai seminar nasional tengan Syaikhona Kholil Bangkalan di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 20 Maret 2021.

Ia mengatakan, LBM NU Jawa Timur membahas soal vaksin merujuk pada fatwa yang dikeluarkan otoritas pemegang fatwa di Al Azhar Mesir, otoritas fatwa Uni Emirat Arab, dan beberapa otoritas fatwa lainnya di Timur Tengah. “[Otoritas fatwa di Mesir, Uni Emirat Arab, dan Negara lainnya di Timur Tengah] menyatakan [vaksin, termasuk AstraZeneca] itu halal,” ujar Marzuki.

Alasannya, kata dia, unsur babi yang terdapat di vaksin sudah berubah wujud. Dalam istilah hukum Islam disebut dengan istihalah, yaitu perubahan sesuatu yang najis (‘ain najasah) menjadi sesuatu yang suci. “Istihalah itu artinya beralih wujud. Barang najis itu kalau sudah beralih wujud maka tidak menjadi najis, tidak menjadi haram lagi.”

Pengasuh Pesantren Sabilur Rosyad Malang itu lantas mencontohkan orang yang memakan babi lalu diproses oleh organ tubuh di dalam perut kemudian berkeringat. Keringat orang yang memakan babi itu hukumnya suci, kendati berasal dari perasan makanan babi.

“Ada yang menjadi kotoran, itu jelas najis. Tapi ada juga yang jadi keringat, nah, itu keringat hukumnya suci. Jangan lagi dipikir itu orang makan babi berarti keringatnya najis,” katanya, menekankan.

Contoh lain, pupuk yang terbuat dari kotoran sapi, kambing, atau ayam. “[Pupuk itu] dipakai pupuk ketela, singkong, dan semacamnya, nanti kita boleh mengkonsumsi ketelanya, sekalipun kalau diurai secara ilmiah mungkin ada unsur yang berasal dari kotoran tadi. Ini sudah tidak dihukumi najis karena sudah istihalah, sudah beralih wujud.”

Seperti itulah dalil dan argumentasi hukum yang tertuang dalam fatwa yang dikeluarkan ulama Mesir, Uni Emirat Arab, dan beberapa Negara lainnya di Timur Tengah. Menurut Marzuki, umat Islam di dunia tidak meragukan lagi kealiman dari otoritas pemegang fatwa di sana.

Nah, berdasarkan itulah LBM NU Jawa Timur kemudian turut membahas tuntas dan mengupas soal vaksin di Indonesia dengan rujukan yang memadai lalu kemudian diinformasikan kepada masyarakat dan umat. Namun dia menegaskan bahwa yang dia sampaikan bukan fatwa melainkan sekadar informasi hasil kajian. (*)