Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyerang Mabes Polri Ditembak, Munarman Eks Laskar Malah Koar-koar Begini...



BACANEWS.ID - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyampaikan kecaman terkait ditembak matinya pelaku aksi terorisme di Mabes Polri. FPI sendiri merupakan organisasi masyarakat (ormas) yang sudah ditetapkan terlarang oleh pemerintah Indonesia.

Munarman menilai ditembak matinya Zakiah Aini (ZA) menjadi bukti bahwa di Indonesia, nyawa manusia dihargai terlalu murah.

"Itu yang kita prihatinkan ya. Terlalu mudah, terlalu murah nyawa manusia di Indonesia ini, dan itu berulang kejadian seperti itu ya. Berulang-berulang, siapa pun orangnya, yang jelas harga nyawanya jadi murah sekali," ujar Munarmar dalam akun channel YouTube Refly Harun seperti dikutip di Jakarta, Jumat (2/4/2021).

Munarman menilai, sedari awal ZA tampak seperti seorang amatir. Ia tampak kebingungan dan tidak menunjukan sikap layaknya teroris atau penembak yang profesional saat melakukan penyerangan di Mabes Polri.

"Itu memang seperti seorang bingung dalam kondisi stres tingkat tinggi lah. Gerakannya tidak seperti itu kalau orang profesional. Dia pasti berusaha dan berupaya untuk menyembunyikan tubuhnya dari sasaran tembak, lalu dia mencari tempat-tempat yang bisa digunakan untuk perlindungan," ujarnya.

Refly dan Munarman sama-sama setuju jika polisi seharusnya melepaskan tembakan pelumpuhan bukan menembak mati ZA di tempat. Menurut Munarman, polisi harusnya sudah terbiasa dan dilatih soal urusan tembak-menembak.

"Harusnya, apalagi inikan perempuan, bisa dilakukan tembakan pelumpuhan itu pada kaki, katakanlah pada tangan jika ia pemegang senjata. Kan dilatih menembak aparat hukum kita," ucap Munarman.

Adapun, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, mengatakan tindakan aparat kepolisian yang menembak mati ZA sudah tepat. Menurutnya, prosedur di objek vital, termasuk Mabes Polri, bila sesuatu dianggap membahayakan keamanan, tidak perlu tembakan peringatan.

"Tapi deadly shot (tembak mati). Ini berlaku universal. Tindakan ini sangat dibenarkan secara hukum," kata Indriyanto, Jumat 2 April 2021.

Indriyanto berpendapat, objek vital harus mendapat pengamanan ekstra. Tindakan tegas berbasis deadly shot merupakan peringatan tegas bagi teroris sekaligus memberikan rasa aman kepada masyarakat.

"Ini menjadi sinyal bahwa teroris sebagai musuh publik yang tindakannya sebagai kejahatan kemanusiaan," tutur Indriyanto.

Pakar hukum Petrus Selestinus berpendapat sama. Teroris di Mabes Polri sangat membahayakan keselamatan, karena menodongkan senjata ke polisi. Tindakan itu juga mungkin membahayakan orang-orang di sekitar Mabes Polri.

"Keputusan polisi menembak mati sudah tepat," ujar Petrus.

Dia mengatakan, Undang-Undang Kepolisian memberi wewenang kepada polisi bahwa dalam keadaan tertentu polisi dapat bertindak berdasarkan penilaian sendiri. Petrus yakin polisi sudah mempertimbangkan berbagai aspek, sebelum kemudian menembak mati teroris.

"Apalagi itu memenuhi unsur tindak pidana terorisme, antara lain melakukan aksi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan ketakutan yang meluas dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih eskalatif," kata Petrus.

Menurut Petrus, teroris lainnya tidak peduli tindakan polisi menembak mati teroris di Mabes Polri sebagai peringatan atau bukan. Sebab penyerangan di Mabes Polri kemarin sudah menyangkut perjuangan ideologi dengan iming-iming surga.

"Ada dua tujuan bagi pelaku lapangan. Pertama, tindakannya harus memiliki efek menakutkan dan menggemparkan. Kedua, dia harus mati di tempat karena akan masuk surga," kata Petrus.

Sebagaimana diketahui, Zakiah Aini (25) merupakan tersangka penembakan di Mabes Polri yang kemudian ditembak mati di lokasi oleh polisi. Jasad pelaku dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk autopsi tidak lama setelah kejadian, kemudian ia dimakamkan pada Rabu malam di pemakaman umum di Jakarta Timur.