Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembacaan Pleidoi (Nota Pembelaan), HR5 Ungkap Bertemu Kepala BIN Budi Gunawan di Jeddah dan Buat Kesepakatan, KH Ma'ruf Amin Ikut Tanda Tangan




BACANEWS.ID - JAKARTA - Nama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan diungkap oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) pernah menemuinya saat ia sedang berada di Arab Saudi.

"Selama di kota suci Mekkah pada setahun pertama sebelum saya dicekal atau diasingkan, saya selalu membuka diri dan megajak Pemerintah Indonesia untuk berdialog menyelesaikan semua konflik demi menjaga persatuan dan kesatuan NKRI," kata Habib Rizieq saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus hasil swab RS Ummi, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).

Habib Rizieq menceritakan pernah dihubungi Menkopolhukam saat itu, Wiranto, untuk membuka kesepakatan untuk dialog dan rekonsiliasi. Baru setelah itu, Habib Rizieq mengungkapkan bertemu Kepala BIN saat itu di sebuah hotel di Jeddah, Arab Saudi.

"Pada awal bulan Syawal 1438 H sekitar akhir Mei 2017, saat saya berada di Kota Tarim, Yaman, saya ditelpon Menko Polhukam RI Jenderal TNI (Pur) Wiranto dan beliau mengajak saya dkk untuk membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu dialog dan rekonsiliasi. Kami sambut baik imbauan beliau tersebut, karena sejak semula justru itu yang kami harapkan," ujarnya.

"Lalu sekitar awal Juni 2017 yang juga pertengahan bulan Syawal 1438 H, saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala BIN Jenderal Polisi (Pur) Budi Gunawan bersama timnya di salah satu hotel berbintang lima di Kota Jeddah, Saudi Arabia," tambahnya.

Habib Rizieq menyebut ada kesepakatan tertulis yang dihasilkan dari pertemuan dengan Kepala BIN. Dia juga mengungkapkan Ma'ruf Amin juga ikut menandatangani kesepakatan itu.

"Hasil pertemuan tersebut sangat bagus, kita buat kesepakatan tertulis hitam di atas putih yang ditanda-tangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan Kepala BIN dan timnya, yang kemudian surat tersebut dibawa ke Jakarta dan dipersaksikan serta ditanda-tangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Ma'ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI," ucapnya.

Salah satu isi kesepakatan itu adalah menghentikan kasus yang menjerat Habib Rizieq saat itu. Dia juga sepakat untuk mendukung pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

"Di antara isi kesepakatan tersebut adalah 'stop semua kasus hukum saya dkk' sehingga tidak ada lagi fitnah kriminalisasi dan sepakat mengedepankan dialog dari pada pengerahan massa, serta siap mendukung semua kebijakan pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan konstitusi negara Indonesia," kata Habib Rizieq.

Habib Rizieq juga mengungkapkan bertemu dua kali dengan Kapolri saat itu, Tito Karnavian, di salah satu hotel dekat Masjidil Haram. Dalam pertemuan itu, Habib Rizieq sepakat tidak akan terlibat politik praktis asal terpenuhi tiga syarat.

"Saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi (Pur) Muhammad Tito Karnavian pada tahun 2018 dan 2019 di salah satu hotel berbintang lima di dekat Masjidil Haram kota suci Mekkah. Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat: stop penodaan agama, stop kebangkitan PKI, stop penjualan aset negara ke asing mau pun aseng," ucapnya.

Habib Rizieq menyatakan pada akhirnya kesepakatan itu kandas karena adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang mengakibatkan dirinya dicekal. Dia menuding ada pihak yang telah berkhianat terhadap kesepakatannya.

"Namun sayang sejuta sayang, dialog dan kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi, sehingga saya dicekal atau diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia," ujarnya.

"Saya tidak tahu apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kapolri Tito Karnavian yang mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta mereka terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut, atau memang di sana ada pihak lain yang memiliki kekuatan besar yang melakukan operasi rahasia untuk melayani oligarki anti-Tuhan yang bersembunyi di balik instrumen kekuasaan. Wallaahu a'lam," tambahnya.

Seperti diketahui, dalam kasus Tes Swab RS Ummi, Habib Rizieq dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 6 tahun penjara.

Sumber: detik.com