Politikus Portugal: Islam Bukan Agama Asing Bagi Eropa, Melainkan Bagian Dari Sejarahnya
BACANEWS.ID - Bagi mantan Menteri Luar Negeri untuk Urusan Eropa di Portugal Bruno Macaes, Islam adalah bagian dari sejarah dan budaya Eropa, dan bukan sesuatu yang datang dari luar.
Hal itu disampaikan politikus, yang pernah menjabat sebagai menteri di pemerintahan Portugal antara 2013 dan 2015 itu kepada media Turki Anadolu Agency di sela-sela Forum Diplomasi Antalya, Minggu (20/6) waktu setempat.
“Sejarah kejayaan di Eropa. Saya harap ini dapat dipahami, dan bahwa kita dapat bergerak ke arah yang tidak hanya memiliki hubungan baik dengan Islam, tetapi benar-benar memahami bahwa itu adalah bagian dari sejarah dan budaya Eropa di Balkan, Spanyol dan bagian lain, dan sekarang di banyak kota Eropa dengan populasi besar," kata Macaes.
“Jadi itu bukan agama asing, itu adalah bagian dari diri kita sendiri, dan dapat membantu memulihkan beberapa keragaman, semangat ke Eropa. Kami membutuhkan itu," lanjutnya.
Dalam laporannya, Anadolu mengatakan bahwa Islam, yang dianggap sebagai agama dengan pertumbuhan tercepat di Eropa, hadir di benua itu sejak abad ke-8. Muslim mendirikan peradaban termasyhur di Spanyol, dan kemudian berkembang ke arah tenggara Eropa.
Banyak daerah menyaksikan pembunuhan massal, pengusiran dan pengusiran paksa Muslim tetapi elemen peradaban dan budaya mereka seperti arsitektur, makanan, musik dan bahasa, tetap ada.
Ditanya tentang pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam, Macaes, yang saat ini menjadi penasihat senior di Flint Global, mengatakan: “Bukan urusan para politisi untuk memutuskan apakah agama berada dalam krisis atau tidak, itu adalah nasib setiap agama."
Seperti diketahui, Macron tahun lalu sempat menggambarkan Islam sebagai 'agama dalam krisis'.
Tentang meningkatnya Islamofobia di Eropa, Macaes mengatakan "ya, itu masalah besar," dan "sangat memprihatinkan" karena tidak terbatas pada Prancis, menunjuk pada rasisme dan kebencian terhadap minoritas di negara-negara seperti Austria.
"Di Austria, ada gagasan untuk memiliki undang-undang yang menentang Islam politik dan tidak ada yang tahu betul apa arti Islam politik dalam praktiknya," katanya.
“Yang mengkhawatirkan saya adalah bahwa ini tidak terbatas pada insiden yang terisolasi, tetapi kadang-kadang datang dari politisi itu sendiri," ujarnya.(RMOL)
Hal itu disampaikan politikus, yang pernah menjabat sebagai menteri di pemerintahan Portugal antara 2013 dan 2015 itu kepada media Turki Anadolu Agency di sela-sela Forum Diplomasi Antalya, Minggu (20/6) waktu setempat.
“Sejarah kejayaan di Eropa. Saya harap ini dapat dipahami, dan bahwa kita dapat bergerak ke arah yang tidak hanya memiliki hubungan baik dengan Islam, tetapi benar-benar memahami bahwa itu adalah bagian dari sejarah dan budaya Eropa di Balkan, Spanyol dan bagian lain, dan sekarang di banyak kota Eropa dengan populasi besar," kata Macaes.
“Jadi itu bukan agama asing, itu adalah bagian dari diri kita sendiri, dan dapat membantu memulihkan beberapa keragaman, semangat ke Eropa. Kami membutuhkan itu," lanjutnya.
Dalam laporannya, Anadolu mengatakan bahwa Islam, yang dianggap sebagai agama dengan pertumbuhan tercepat di Eropa, hadir di benua itu sejak abad ke-8. Muslim mendirikan peradaban termasyhur di Spanyol, dan kemudian berkembang ke arah tenggara Eropa.
Banyak daerah menyaksikan pembunuhan massal, pengusiran dan pengusiran paksa Muslim tetapi elemen peradaban dan budaya mereka seperti arsitektur, makanan, musik dan bahasa, tetap ada.
Ditanya tentang pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam, Macaes, yang saat ini menjadi penasihat senior di Flint Global, mengatakan: “Bukan urusan para politisi untuk memutuskan apakah agama berada dalam krisis atau tidak, itu adalah nasib setiap agama."
Seperti diketahui, Macron tahun lalu sempat menggambarkan Islam sebagai 'agama dalam krisis'.
Tentang meningkatnya Islamofobia di Eropa, Macaes mengatakan "ya, itu masalah besar," dan "sangat memprihatinkan" karena tidak terbatas pada Prancis, menunjuk pada rasisme dan kebencian terhadap minoritas di negara-negara seperti Austria.
"Di Austria, ada gagasan untuk memiliki undang-undang yang menentang Islam politik dan tidak ada yang tahu betul apa arti Islam politik dalam praktiknya," katanya.
“Yang mengkhawatirkan saya adalah bahwa ini tidak terbatas pada insiden yang terisolasi, tetapi kadang-kadang datang dari politisi itu sendiri," ujarnya.(RMOL)