Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tolak Sekolah Dipajaki, Ketum Muhammadiyah: Jangan Bawa RI Jadi Rezim Liberal!


BACANEWS.ID - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menolak keras rencana pemerintah yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau pajak sekolah sebagaimana tertuang dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Perpajakan dinilai akan memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat. Jika kebijakan PPN Pendidikan itu dipaksakan, ujar Haedar, maka yang akan mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi, sehingga pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan.

"Jangan bawa Indonesia ini menjadi semakin menganut rezim ideologi liberalisme dan kapitalisme yang bertentangan dengan konstitusi, Pancasila, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia," ujar Haedar lewat keterangan di laman resmi muhammadiyah.or.id, Sabtu, 12 Juni 2021.

Jasa pendidikan sebelumnya tidak dikenai PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai PPN.

Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang KUP, jasa pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tak terkena PPN. Artinya, jasa pendidikan akan segera dikenakan PPN jika revisi KUP diketok parlemen.

Haedar meminta para anggota DPR dan elite partai politik agar menunjukkan komitmen kebangsaan yang tinggi dengan bersatu menolak draf pajak sekolah tersebut sebagai wujud komitmen pada Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai luhur bangsa, persatuan, dan masa depan pendidikan Indonesia.

Pemerintah, lanjut Haedar, semestinya berterima kasih kepada ormas penyelenggara pendidikan yang selama ini membantu meringankan beban kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan program kerakyatan lainnya, bukan malah membebani dengan PPN.

"Di mana letak moral pertanggungjawaban negara atau pemerintah dengan penerapan PPN yang memberatkan itu?," ujar Haedar Nashir ihwal pajak sekolah.[]