Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengintip Besaran Gaji Buzzer di Indonesia




BACANEWS.ID - Orang atau sekumpulan orang yang dibayar jasanya, untuk mempromosikan, mengkampanyekan atau menyuarakan sesuatu, biasa dikenal dengan buzzer. Keberadaannya ternyata bukan hanya omong kosong belaka.

Riset The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation yang dilakukan yang dilakukan University of Oxford pada 2019, menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang menggunakan jasa buzzer.

Buzzer kerap disinggung berkaitan dengan politik dan dari riset itu tidak dipungkiri buzzer dengan politik begitu melekat.

Bayaran yang diterima para buzzer jumlahnya beragam dan sifatnya tidak permanen. Mereka yang memakai jasa buzzer harus berani merogoh kocek sebesar Rp 1-50 juta.

Sebelumnya, detikcom pernah mewawancarai seorang buzzer. Berdasarkan wawancara tersebut diketahui dia pernah terlibat dalam giring-menggiring opini.

Narasumber yang enggan menyebut identitasnya ini mengaku terlibat menjadi buzzer sejak 2016. Mengenai pembayaran, dia mengaku biasa mendapat gaji bulanan layaknya pegawai kantoran.

Sedangkan untuk nominal pembayarannya atau nilai order bergantung pada besar kecilnya isu hingga tenaga yang dikerahkan. Dia mengaku tak bisa merinci nilai order yang biasa diterima oleh atasannya. Meski demikian, dia memperkirakan Rp 50 juta hingga Rp 100 juta untuk tiap proyek isu.

Di media sosial, kegiatan buzzer dijalankan oleh manusia secara langsung dan robot. Para buzzer berdasarkan pengamatan aktivitasnya di 2010-2019 kerap di digunakan untuk menyampaikan pesan, menyerang oposisi, dan menggiring division.

Strategi komunikasi yang dibangun untuk menyebarkan disinformasi dan memanipulasi media, serta untuk memperkuat konten yang dibuat.

Media sosial yang digunakan untuk beraktifitas para buzer adalah Twitter, Whatsapp, Facebook, dan Instagram.

Meski begitu jumlah buzzer di Indonesia bisa dikatakan rendah dengan tim kecil, dibandingkan dengan negara seperti Amerika Serikat, Iran, dan China.

Buzzer di Indonesia bergerak berdasarkan momen-momen tertentu, diantaranya saat pemilihan umum. Sementara di Amerika Serikat, buzzer tidak hanya beroperasi selama pemilihan umum tetapi melibatkan pekerja penuh waktu yang berdedikasi untuk membentuk ruang informasi.