Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dukung Kritikan BEM UI, BEM USU: Banyak Janji Tak Terealisasi, Wajar Jokowi Dijuluki "The King of Lip Service"


BACANEWS.ID - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sumatera Utara (USU) mendukung kritikan BEM Universitas Indonesia lewat meme "Jokowi: The King of Lip Service". Kritikan tersebut membuat BEM UI dipanggil pihak Rektorat.

Presiden Mahasiswa USU, Muhammad Rizki Fadillah mengatakan, BEM USU hadir bersama dengan BEM UI untuk tetap menyuarakan kritik yang dijalankan sesuai dengan koridor selaku mahasiswa.

"Yang dibuat oleh teman-teman BEM UI merupakan wujud penyampaian ekspresi yang sah dalam koridornya, karena semua isi rilis yang dibuat oleh BEM UI benar adanya. Banyak janji-janji Bapak Presiden yang tidak terealisasi, jadi wajar BEM UI menyampaikan janji itu hanya omongan belaka, makanya dijuluki 'The King of Lip Service'," katanya kepada Kantor Berita RMOLSumut, Selasa (29/6).

Rizki pun membeberkan sejumlah janji Jokowi yang tak terwujud. Seperti revisi UU ITE yang tidak menjadi prioritas prolegnas, pasal karet UU ITE yang sudah banyak memakan sekitar 800-an kasus, semakin dilemahkannya KPK, dan rentetan janji lainnya.

Rizky memastikan BEM USU akan tetap menjaga solidaritas antarsesama mahasiswa dalam memberikan kritikan kepada pemerintah. Sebab, inilah yang menjadikan mahasiswa sebagai agen perubahan di tengah masyarakat.

"Kami PEMA USU bersolidaritas dengan teman-teman BEM UI, kita mahasiswalah yang diharapkan masyarakat sebagai agen dalam kritik pemerintah. Kita mahasiswa tidak akan mundur dalam mengkritik pemerintah," tegasnya.

Di sisi lain, kampus haruslah menjadi wahana yang membuat mahasiswa nyaman dalam menyampaikan pendapat. Karena itu, pemanggilan terhadap pengurus BEM UI oleh pihak rektorat menurut Rizki sebagai respons yang tidak tepat. Sebab terkesan ada upaya menekan kebebasan berekspresi mahasiswa.

"Pemanggilan yang sebenarnya dilakukan oleh pihak kampus UI dengan dalih pembinaan BEM UI secara tidak langsung menunjukkan penekanan secara psikis agar mahasiswa dipersulit menyampaikan pendapat ke publik. Kampus seharusnya menjadi wahana yang membuat mahasiswa nyaman dalam menyampaikan pendapat. Kejadian ini merupakan praktik yang tidak baik oleh pihak kampus," pungkasnya. (RMOL)